Ngga terasa sekarang aku udah 6 bulan di Manchester. Tandanya, hanya sisa 6 bulan lagi masa studiku di sini. Semester kedua akan berakhir dalam 2 bulan dan masa-masa kritis, alias disertasi akan dimulai. Having been through it all, kali ini aku mau sharing tentang persiapan kuliah di luar negeri. Sebetulnya ini adalah lanjutan post yang aku buat beberapa bulan yang lalu tentang the real deal of studying overseas. Untuk kamu yang udah baca dan akhirnya memutuskan untuk berkuliah di luar negeri, semoga post ini bisa membantu kamu dalam menyiapkan segala requirements-nya 🙂
Do the Homework: Browse the Internet
Hal pertama yang wajib kamu lakukan adalah: browse the internet untuk mencari kampus dan jurusan yang kamu minati. Ada ratusan jurusan berbeda yang ditawarkan oleh universitas-universitas di seluruh dunia. Master degree is a big deal, jadi jangan asal-asalan memilih. Pastikan kamu memang tertarik banget dengan jurusannya, supaya belajarnya pun lebih enjoy. Beberapa jurusan ngga mengharuskan mahasiswanya datang dari jurusan yang sama, contohnya jurusanku (Innovation Management and Entrepreneurship). Jadi kamu bisa lebih bebas mengeksplor berbagai bidang ilmu. Tapi, menurutku kamu juga harus consider kira-kira nantinya kamu bisa seberapa cepat catch up dengan materi yang diajarkan. Or else, you have to work harder than anyone else (and I’m not saying that this is a bad thing).
Biasanya di setiap website university, ada contact yang bisa dihubungi kalau kamu ingin bertanya lebih lanjut tentang suatu hal. Do not hesitate to contact them. Atau, kamu bisa berkunjung ke pameran pendidikan luar negeri yang diadakan di Indonesia untuk bertanya langsung ke representatifnya. Tips aku untuk kalian yang mau datang ke pameran pendidikan, cari tahu dulu kampus apa aja yang datang di sana and then do your homework: browse the internet. Kamu sebaiknya punya target stand university apa yang mau kamu datangi dan apa yang mau kamu tanyakan (which should be beyond the information that you can look up in the internet).
Persiapan Dokumen
Setelah menentukan target jurusan dan universitas (do have more than one, just in case), saatnya menyiapkan dokumen. Ada tiga hal umum yang pastinya akan kamu butuhkan: nilai IELTS, ijazah dan transkrip nilai, dan paspor. Di section berikutnya aku akan membahas lebih detail tentang IELTS. Untuk ijazah dan transkrip, ngga usah khawatir kalau nilai akademik kamu kurang bagus. Persyaratan untuk bisa mendapat unconditional offer ngga harus lulus dengan predikat cumlaude, bahkan dengan IPK di bawah 3.0 pun bisa apply dan punya kesempatan untuk diterima di universitas yang dituju. Tapi bukan berarti jadi bisa santai-santai dan ngga peduli dengan nilai sewaktu kuliah S1. Soalnya, untuk bisa mendaftar beasiswa (LPDP, misalnya) butuh IPK at least 3.0. Dan semakin tinggi IPK-nya, semakin bisa stand out application kita dibanding application orang lain. Jangan lupa yaa, transkrip dan ijazah harus ditranslate ke dalam bahasa Inggris.
Beberapa kampus ada yang akan meminta surat rekomendasi saat pendaftaran. Ada juga yang require calon mahasiswanya untuk membuat motivation letter. Tipsnya untuk kedua jenis dokumen ini adalah jujur. Well, this sounds too naive, tapi aku termasuk orang yang ngga tenang kalau menulis rekomendasi dan motivation letter dengan dibuat-buat dan lebay. I try to be true to myself and be realistic. Aku ngga menulis “I’m going to make Indonesia as the next Silicon Valley” karena aku ngga punya cita-cita itu, walaupun motivasi seperti itu tentunya akan dilihat sebagai motivasi yang besar. I wrote my dream to have a culinary business instead.
IELTS
Tes IELTS yang aku kerjakan di tahun 2014 lalu sepertinya agak berbeda dengan IELTS yang berlaku saat ini (setauku untuk keperluan visa, sekarang harus punya sertifikat IELTS UKVI). Aku ngga terlalu paham apa bedanya, tapi semoga yang aku tuliskan disini masih relevan dengan keadaan sekarang. Aku dulu mengikuti kelas IELTS preparation, soalnya aku ngga tau sama sekali soal-soal IELTS itu seperti apa. Menurutku, ikut prep atau ngga ikut prep itu sama aja dan masing-masing ada benefits dan drawbacks-nya.
Kalau ikut prep, aku merasa jadi lebih bisa disiplin karena ada tugas jadi dipaksa untuk latihan dan at least setiap minggu ada ilmu baru yang dipelajari. Selain itu, menurutku yang paling valuable adalah aku bisa mendapat feedback dari orang yang emang paham tentang IELTS (guruku). Dari feedback itu (terutama untuk writing dan speaking section, yang ngga ada kunci jawabannya), aku jadi lebih percaya diri dan tau di bagian mana aku masih perlu improvement.
Kamu pasti akan punya waktu yang lebih fleksibel kalau ngga ikut prep (selama 2 bulan aku menghabiskan sepanjang hari Sabtuku di tempat les). Dan pastinya ngga ada biaya yang harus dikeluarkan untuk ikut programnya.
Ketika udah tes IELTS dan mendapatkan sertifikat, kalau bisa segera daftar ke universitas. Sertifikat IELTS itu ada masa berlakunya, sayang kan kalau udah bayar tes mahal dan mendapat nilai yang bagus tapi tiba-tiba hangus karena expired sebelum terpakai..?
Education Agent
Setelah semua persiapan komplit, saatnya mendaftar ke universitas tujuan. Proses pendaftaran bisa dilakukan sendiri atau melalui agent. Fyi, agent ini free of charge dan akan membantu proses pendaftaran sekolah sampai aplikasi visa. Ada cukup banyak education agent di Indonesia dan yang aku cukup familiar adaha SUN dan IDP. Ngga semua university bekerja sama dengan salah satu atau semua agen, jadi kalau kamu tertarik untuk apply via agent, cari tahu dulu apakah agent itu memiliki partnership dengan universitas tujuan kamu.
Aku pernah apply sendiri dan via agent. Menurutku ngga beda jauh experience-nya. Tapi untuk masalah pengurusan visa, assistance dari agent itu sangat membantu. Soalnya, pengurusan visa (terutama UK) cukup kompleks dan strict.
Finansial
Ngomong-ngomong masalah visa, itu terkait banget dengan masalah finansial. Kalau kamu berencana untuk self-funding, kamu harus aware bahwa jumlah uang yang akan digunakan untuk biaya sekolah dan living cost selama di luar negeri itu harus mengendap di tabungan (boleh tabungan kamu atau tabungan orangtua) selama beberapa waktu. Pelajari betul-betul persyaratan visa dari negara tujuanmu. Be aware of the fluctuative exchange rate, too.
Kalau kamu adalah pencari beasiswa, worry not! Karena sekarang ada LPDP (well, jaman sekarang siapa sih yang ngga tau LPDP?) dan ada juga pilihan beasiswa dari government negara yang mau kamu tuju. Chevening untuk UK dan Australian Awards untuk Australia, misalnya. Seek for information, terkadang university juga punya program beasiswa atau bursary (potongan biaya tuition fee) untuk mahasiswanya. Try all chances.
Okay guys, itu adalah persiapan yang harus kamu planning sebelum berangkat kuliah di luar negeri. I still have some more to discuss, so wait for my next post 🙂 Thanks for reading!
♥ Atiqah Zulfa Nadia