Berawal dari nonton film Pride and Prejudice dan How to be Single, aku bercita-cita trekking ke Stanage Edge. Bukit bebatuan ini letaknya di kawasan Derbyshire, where the story of Pride and Prejudice took place.
My friends and I went there by train, we stopped at Hathersage station and followed the lead of Google Maps to reach the place. Kalau googling, katanya jalur ini level-nya moderate. Aku yang cupu ini bersiap dengan tidur yang cukup, sarapan, dan stok air putih yang cukup. Jalurnya melalui rumah-rumah dan pedesaan (yang katanya mirip Kebumen?). Sedikit melewati hutan, kebun, dan peternakan sapi.
Di tengah jalan kami sempat berhenti untuk istirahat dan makan. Kami ngga sanggup melihat jalur di depan mata yang isinya tanjakan semua. But then, setelah sekitar setengah jam duduk-duduk kami kembali melanjutkan perjalanan yang tinggal setengah lagi.
Ngga berapa jauh dari tempat istirahat kami tiba di kebun (yang kayak tempat syuting film Heart, tapi bukan pohon teh) dimana di puncaknya ada bebatuan. Dari kebun itu juga bisa kelihatan pemandangan yang bagus banget. A scenery that only your eyes can capture, soalnya kalau difoto hasilnya ngga sebagus aslinya. Meskipun jalurnya menanjak, entah kenapa kami jalan super cepat dan penuh semangat. Pelajaran pertama: kita cenderung lebih semangat melakukan sesuatu kalau kita tau bahwa hasil atau imbalannya setimpal atau melebihi usaha kita.
There are actually two hills around the area. Jadi kita sempat bingung yang mana sebenernya Stanage Edge and then we decided to visit both cause simply we had time. And we still had our energy. Plus a bag of donuts. Jadilah kami menelusuri jalur menuruni bukit pertama yang sepertinya bukan jalur yang lazim dilewati orang. Tanahnya ngga rata dan jeblos-jeblos, ilalangnya tinggi, rumputnya pun tajem-tajem. Kami pun tersadar bahwa ternyata bukit satunya ngga sedekat itu. Di tengah perjalanan turun, kami hampir menyerah. Tapi, waktu menoleh ke belakang. Oh, crap. We were already far away from the peak. Pelajaran kedua: don’t look back. Or, do. But only to see how far you’ve gone and how close you are to your destination.
We finally arrived at the top of the other hill, which we believe to be the real Stanage Edge. Di sana banyak orang yang wall climbing dan naik gantole. Anginnya super kencang, I think it’s almost the same as when I was at Snowdon Mountain, Wales. Meskipun dingin, kami menghabiskan kira-kira hampir dua jam di sana. The view is such a beauty. Ngga heran sih kenapa orang-orang suka outdoor activities karena emang sebagus itu pemandangannya. The ultimate stress reliever. Kalau kata Rumi, travel brings back power and love to our life. Couldn’t agree more!
Then we walked back to the station, melewati jalur yang sama. Ketika sampai di bukit yang pertama, seorang temanku nyeletuk “setelah ke bukit yang satunya, bukit ini jadi biasa aja ya.” Dan temanku yang lain pun memberi Pelajaran ketiga dari perjalanan ke Stanage Edge kemarin, yaitu: begitulah keindahan di dunia, cuma sementara.
I had so much fun, mau sering-sering trekking dan hiking demi kebahagiaan lahir dan batin hehehe 🙂 one thing i learned yesterday about myself: I am actually strong enough to do such activity! Berbeda jauh dari waktu aku nanjak di Arthur Seat, Edinburgh dimana aku super cranky, rasanya mau nangis aja. People change and I’ve become a little bit stronger now 🙂
♥ Atiqah Zulfa Nadia