Coba ingat-ingat, seberapa sering kita meyakinkan diri sendiri untuk ‘let it be’? Bahwa semua yang terjadi di kehidupan kita sudah ada yang mengatur dan pasti ada hikmahnya.. Seberapa sering kita mengakunya pasrah dan legowo atas kehidupan yang dijalani saat ini?
Tapi… sudahkah kita membersamai kepasrahaan dan kelogowoan itu dengan rasa bahagia? Rasa senang menjalani hidup, seberapapun capeknya, pusingnya, frustrasinya… Seringnya kita lupa, disamping let it be, kita juga harus merasa happy. Karena percuma kalau let it be tapi setiap hari mengeluh, setiap hari grumpy, setiap hari ada saja misuh-misuh karena hidup yang tidak sesuai ekspektasi.
Mungkin kita semua harus membalik siklus bahagia. Bukan semua indah dulu baru kita bahagia, tetapi kita bahagia dulu baru segala hal akan jadi indah dan menyenangkan. Bukan menunggu semesta membuat segala sesuatunya menyenangkan, tetapi merasa senang dulu baru semesta memberikan yang indah-indah.
Kalau sedikit-sedikit hal kecil membuat emosi, membuat kesal, dan terlalu dipikirkan, kapan bisa bahagia seutuhnya? Kalau sedikit-sedikit menggerutu, mengeluh, dan merasa ngga bahagia, apa iya sudah benar-benar pasrah dan legowo namanya?
Belum lagi, mood itu menular. Positive vibes dan negative vibes itu menular ke orang-orang sekitar. Kalau ngga bahagia, kalau grumpy, otomatis aura negatif menular ke lingkungan sekitar. Bukannya sebaik-baik manusia adalah yang memberi manfaat untuk orang lain? Kalau menebar aura negatif, namanya bukan memberi manfaat dong? 🙂
Let it be.. jangan cuma dipasrahkan, harus juga diiringi dengan semangat untuk merasa bahagia apa pun hasilnya, apa pun takdirnya nanti. Fake it till you make it 😉
♥ Atiqah Zulfa Nadia