Di dunia yang penuh dengan perbedaan ini, mengasah empati jadi hal yang penting. Ketika kita yakin pada suatu hal atau memegang sebuah prinsip, bukan hal yang ngga mungkin kita jadi memandang orang lain dengan prinsip berbeda secara skeptis. Gampangnya, merasa kita yang paling benar. Bukan berarti jadi bermusuhan, tapi terbersit aja di hati kalau yang mereka anut atau pahami ngga lebih benar dari kita.
Pada akhirnya untuk menyikapi perbedaan memang perlu empati. Supaya ngga sembarang menuduh orang lain salah. Supaya bisa ‘santai’ juga dalam menghadapi dunia yang beragam cerita dan isinya. Empati ini seringnya membuat kita memaklumi prinsip, tindakan, dan pemikiran orang lain. There’s always a story behind everything. Dengan memaklumi ini, jadinya kita membiarkan orang lain bertindak dan berpikir sesuai apa yang dia anut. Tanpa banyak komentar, tanpa ngejulid, dan tanpa ikut campur pastinya.
Mungkin hal tersebut benar untuk case yang memang bisa dimaklumi, alias ngga melanggar hukum, aturan, ataupun ngerugiin orang lain. Kalau tindakannya salah atau melanggar gimana dong? Di Islam sendiri ada yang namanya amar ma’ruf nahi munkar. Jadi selain menyeru yang baik, harus juga melarang yang buruk. Tapi nyatanya ini ngga gampang. Ada aja yang menghalangi untuk menegur atau spill the news kalau seseorang berbuat buruk. Misalnya, takut dibilang sok suci, takut dianggap aneh, ngga mau cari ribut, dan lain-lain.
Jadi menjaga prinsip diri akan hal yang benar dan ngga mengusik orang lain mungkin tergolong level satu ya. Kalau sudah bisa, berani, menegakkan kebenaran dan tegas melarang keburukan, sepertinya itu satu tingkat di atasnya lagi.. dan jujur aku salut banget sama yang sudah selevel lebih tinggi ini. Semoga mereka semua diberikan keistiqomahan oleh Allah di jalan yang lurus, yang Ia ridhoi.
Aamiin.
Lalu, perlu naik level ngga kita? Ya perlu. Tapi karena challenge-nya banyak, berdoa dulu yang banyak supaya diberi kekuatan.
❤ AZN