Tanggal 20 Juni kemarin katanya musim panas dimulai (kata Facebook sih..) dan artinya udah genap tiga musim aku lalui di UK. Dari mulai fall, winter, sampai spring. Summer will be my last season in UK. Ngga terasa udah hampir setahun aku jadi mahasiswi rantau. Time flies so quickly! Satu tahun itu waktu yang sebentar banget ternyata.
I’m a bit sad to know that my ‘vacation’ is almost over, entah kapan lagi bisa ke UK dan tinggal di sini untuk waktu yang lama. I had my ups and downs, ada banyak kejadian seru, menyenangkan, unforgettable, bikin panik, sedih, kecewa, ngeselin, dan banyak lagi. I met a lot of good friends (some of them come from a different part of the world) which somehow turns into family, mungkin karena sama-sama perantau jadi bond di antara kita cukup kuat. I really wouldn’t trade this experience with anything. Anything at all. Sekarang aku tinggal menikmati my last battle (read: disertasi) dan bulan-bulan terakhirku di Manchester.
Aku mau share sedikit yaa tentang hal-hal menarik di sini 😀
Makanan dingin. Di kantin kampus umumnya aku cuma bisa menemukan makanan dingin. Awalnya bingung, kenapa makanan yang dijual di pendingin itu ngga bisa dihangatkan di microwave kayak di Seven Eleven di Jakarta. Lama-lama aku maklum juga walaupun sampai sekarang masih ngga toleran dengan makanan dingin. Dari mulai sandwich, sushi, sampai pasta semuanya disajikan dan disantap dingin-dingin. Ini bukan cuma terjadi di kantin sih, di semua minimarket pun makanan siap santapnya disajikan dalam keadaan dingin.
Cake that is way too sweet. Setiap kali aku beli cake, 90%-nya aku merasa too much sugar. Either itu chocolate cake, carrot cake, ataupun red velvet cake. Semuanya manis banget. Well, sebetulnya kalau beli cake di bakery milik Chinese, manisnya ngga selegit cake yang dijual di minimarket. On the other hand, masakan asli British itu ngga ada asin-asinnya. Bener-bener plain.
Aksen. Aku merasa fine aja ketika di kelas mendengarkan dosen mengajar dan ngobrol bersama teman-teman. Untuk kegiatan sehari-hari pun aku cukup percaya diri dengan kemampuanku mendengar orang-orang di sekitar. Tapi, suatu hari aku naik kereta ke luar kota sendirian dan di belakangku ada cewek (yang sepertinya British) bersama temannya. Mereka ngobrol panjang kali lebar dengan suara cukup keras dan kecepatan luar biasa. I barely can understand a thing. Aksennya kental banget dan ngomongnya super cepat, aku cuma bisa melongo. Di situlah aku baru semakin sadar kalau aksen-aksen orang Inggris itu sulit untuk dimengerti.
Mendengar beragam bahasa. 50% murid di kelasku berkewarganegaraan Cina. Sisanya tersebar hampir di seluruh dunia. Di jalanan pun aku sering mendengar orang ngobrol dengan bahasa arab, india, cina, korea, dan lain-lain. Pokoknya bener-bener multi culture. Niat awal mau membawa pulang aksen British, yang ada malah bahasa Inggris-ku ya begini-begini aja karena mostly ngobrol dengan teman-teman yang sama-sama punya mother tongue selain bahasa Inggris.
Hujan. Banyak yang ngga terlalu suka dengan cuaca di UK yang gloomy dan sering hujan. Aku pribadi lebih cenderung suka cuaca kayak gini dibanding panas dan matahari melulu. Sometimes it’s a bit depressing, cause it’s way too gloomy. Tapi sejuknya enak. Tipe hujan di UK itu intensitasnya sedang tapi awet. Bisa seharian, bahkan dua hari awetnya. Terkadang berangin juga. Yang pasti jarang banget ada petir atau geledek. Hujannya beda dengan hujan di Jakarta yang akan bikin basah kuyup kalau diterabas. Di sini, banyak orang cuek aja kena basah-basah sedikit dari air hujan tanpa payung dan jas hujan.
Sun bathing. Saking seringnya hujan, setiap matahari keluar dan stay cukup lama (biasanya kalau weather forecast-nya sedang bagus), semua orang langsung tumpah ruah di jalanan dan di taman demi menikmati terik dan hangatnya matahari. Mereka akan tidur-tiduran di taman, duduk-duduk di trotoar, pokoknya keluar dari rumah deh. Aku sebagai anak yang udah sering liat matahari dan cenderung ogah panas-panasan cuma ngeliatin aja dari dalam gedung hehe..
Baju monochrome. Kalau belanja di sini, ngga banyak warna yang tersedia untuk dipilih. Di musim gugur dan winter, baju-baju didominasi warna gelap seperti hitam, biru navy, dan abu-abu. Sedangkan memasuki musim semi dan musim panas, bajunya didominasi warna putij. Bukan berarti ngga ada warna lain sama sekali, tapi dominannya ya warna basic itu. Makanya menurutku belanja di sini ngga sepuas belanja di Indonesia karena model bajunya ngga begitu sesuai dengan style-ku.
Well-suited gentlemen. Aku suka banget dengan gaya berpakaian orang-orang kantoran di UK, terutama di London (aku sempat lihat beberapa di Manchester juga, tapi ngga sebanyak di London). Mereka mengenakan kemeja, suit, dan dasi. Rapi banget pokoknya, tapi entah kenapa tetep kelihatan santai. I think London’s fashion is just fabulous. Berpakaian rapi dan pantas menurutku bisa meningkatkan attractiveness seseorang. Period.
Antri naik bus. Selama di Manchester aku ngga pernah mengalami seradak seruduk rebutan masuk ke dalam bus, seramai apapun penumpangnya. Bahkan, orang-orang punya kesadaran untuk mengantri. Misal aku datang terlebih dahulu dibanding si A, ia akan mempersilahkanku naik ke bus duluan meskipun si A berdiri lebih dekat dengan pintu bus. Waktu naik tube di London pun ngga chaos, penumpang yang mau turun akan turun terlebih dahulu sebelum penumpang lain naik. Lumayan tertib deh pokoknya, dibanding keadaan di stasiun kereta di Jabodetabek yang selalu sikut-sikutan.
Tepat waktu. Masih berhubungan dengan transportasi, bus antar kota dan kereta di sini tepat waktu banget (kecuali kalau ada masalah). Kalau di tiket tertera 9.45, ya bus atau kereta akan berangkat tepat jam 9.45 jadi kita harus udah on board sebelum itu. No tolerance dan tiada ampun buat yang telat meski semenit.
Dear, Love. Jangan baper (bawa perasaan) kalau disapa dengan sapaan ‘dear’ atau ‘love’ karena itu lumrah banget terjadi di UK. Biasanya paling sering disapa ‘love’ kalau lagi belanja di swalayan. Menang banyak kalau mas-mas kasirnya ganteng! 😀
Homeless. Aku awalnya mengira di UK semua orang hidup sejahtera, tapi nyatanya cukup banyak juga homeless di jalanan yang selalu berkata “any spare change please” kepada orang-orang yang berlalu lalang. Gemasnya, mereka suka nongkrong di depan toko atau minimarket dan ATM. Kan jadi serem, tapi so far mereka ngga ada yang ngerampok atau berbuat kriminal ke orang-orang sih setauku. They are merely homeless, but not criminals. Aku kasihan sih sama mereka, mengingat udara di sini yang bolak-balik hujan dan dingin. Hidup di jalanan dengan cuaca kayak gitu pasti ngga mudah.
Crime. Nah ada juga orang yang bener-bener kriminal. Sejak aku tiba di Manchester sampai sekarang, udah beberapa kali denger berita kemalingan, kecopetan, kebobolan, penculikan pemerkosaan, dan lain-lain. Pokoknya peringatan waspada ngga henti-hentinya dihimbau ke penduduk sini. Waspada harus, tapi jangan sampai parno hehe..
Cashless. This will be the last thing (karena udah lumayan banyak juga ya). Aku selalu punya cadangan cash at least 2 pounds untuk naik bus dan jarang punya cash lebih dari 10 pounds karena almost everything is cashless in here. Semua transaksi dilakukan dengan kartu. Konon sih, cashless itu baik untuk perekonomian? Menurutku, jadi praktis aja sih. Dan ngga banyak kertas juga, dompet jadi lebih ringkas.
That’s all for now, guys.
Manchester has been amazing. Yang terpenting, aku di sini jadi lebih mandiri (hopefully bukan cuma pendapatku doang), bisa masak banyak makanan Indonesia, dan somehow merasa lebih dekat dengan Tuhan. Not in a way dimana aku jadi lebih alim, tapi lebih ke aku jadi semakin interest untuk belajar banyak tentang agama dan mendekatkan diri pada Allah. Di masa-masa up and down-nya merantau dan hidup sendiri, kerasa banget kalau Allah itu Maha Besar dan bener-bener ada deket banget dengan kita, siap sedia menolong kalau kita kesulitan dan menenangkan hati.
With Allah beside me, I become an unstoppable force (this applies to you, too).
♥ Atiqah Zulfa Nadia