Dalam teori manajemen konvensional, stay on budget merupakan hal yang crucial. Sebetulnya dalam hidup pun, menjaga diri untuk spending money within the budget adalah hal yang penting. I learned it the hard way, karena aku harus jauh-jauh merantau ke Manchester dulu untuk bisa paham dengan baik mengenai hal ini.
First of all, aku belajar di Manchester dibiayai oleh kedua orangtuaku, tanpa beasiswa. It might makes you think that i come from a wealthy family compared to those who get a scholarship (walaupun ada banyak juga orang-orang yang berasal dari keluarga sangat mampu yang kuliah di luar negeri dengan beasiswa). Aku cuma bisa bilang Alhamdulillah karena justru kehidupanku di Manchester yang akhirnya membuat lifestyle-ku berubah hampir 180 derajat. Mengingat kurs poundsterling yang begitu tinggi, aku sadar harus berhemat dan hati-hati dalam menggunakan uang. Bisa dibilang, kehidupanku di Manchester jauh lebih sederhana dibanding mereka yang mendapat beasiswa. Not that i’m poor and miserable in Manchester, tapi lebih ke pola pikirku dalam mengelola uang dan bagaimana aku membelanjakan uang.
The truth is, i don’t mind at all. Life is meant to turn around, anyway.
Orangtuaku ngga membatasi berapa uang jajanku dalam satu bulan. Pesan mereka cuma harus berhemat tapi jangan pelit. Aku menentukan sendiri kalau dalam sebulan limit pengeluaranku adalah £250 dan aku harus menabung tiap bulannya sebanyak £50 supaya bisa jalan-jalan saat holiday. Jadi, dalam sebulan uang jajanku adalah £200. Setiap bulan aku mencatat semua pengeluaran, sampai ke hal-hal kecil (kecuali sedekah). Aku membagi jenis pengeluaranku ke dalam 6 items: supermarket, pulsa, transport, eat out, shopping, dan laundry. Setiap item-nya punya limit juga, misalnya untuk eat out adalah £40 dan untuk laundry £10. So far, aku selalu bisa stick around the budget (plus minus 10%), Alhamdulillah..
Ada banyak trick untuk bisa survive dengan uang £200. Misalnya, banyak jalan kaki, belanja di supermarket yang menjual produk-produk dengan harga lebih murah, bawa tas belanja sendiri, dan gunakan student advantage sesering mungkin (di beberapa toko, students bisa dapat diskon sekitar 10% dengan menunjukkan student card). After all, sebenarnya diri kita sendiri yang berperan penting dalam mengontrol pikiran dan hawa nafsu saat belanja.
Banyak hal yang sebelumnya bukan suatu pilihan buatku dan sekarang menjadi pilihan yang harus aku putuskan secara wise. Misalnya, ajakan untuk eat out saat weekend. Kalau di Indonesia, eat out menjadi aktivitas rutin tiap minggu, bahkan kadang lebih dari satu kali dalam seminggu. Tapi sekarang aku selalu cek menu, cek harga, dan cek list pengeluaranku sebelum bilang “yes, let’s go!”.
Belanja mingguan pun selalu jadi tantangan tersendiri. Aku ngga pernah melihat label harga barang-barang di supermarket sebelumnya, semua langsung masuk ke troli. Sekarang aku selalu melihat harga produk-produk, cek ada diskon atau promo yang diberikan (kalau ada), dan sebisa mungkin memilih yang paling menguntungkan. Aku dulu ngga suka berbelanja di supermarket yang offers harga lebih murah karena harus bare with the queue untuk membayar. Di Manchester, aku selalu menjadi salah satu orang yang berdiri di antrian supermarket yang mengular.
Setiap kali pergi belanja (baik belanja mingguan atau belanja skincare dan pakaian), aku selalu menghabiskan waktu yang cukup lama karena i keep asking myself “do i really need this?”. Bukan cuma sekali aku memasukkan barang ke basket lalu mengeluarkannya lagi 😀
Aku juga sekarang cuek dengan brand, it doesn’t have to be Zara or M&S or Nescafe or Nutella anymore. Pokoknya selama fungsinya sama dan kualitasnya tetap bagus, i don’t mind. Dua tempat belanja pakaian favoritku sekarang Primark dan H&M karena sesuai dengan budgetku.

Hidup sederhana seperti sekarang buatku adalah achievement. Segala kebutuhan terpenuhi dan tetap bisa hidup dengan nyaman tapi semua aktvitas belanja dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Awalnya susah banget untuk menahan diri, sampai sekarang pun masih susah! I still need to learn, but at least i’m improving. Setiap akhir bulan rasanya puas banget bisa adhere dengan budget yang aku tentukan sendiri (aku selalu gagal melakukan ini waktu di Indonesia).
As a matter of fact, hidup sederhana itu menyenangkan. I now realize that it’s never about the money. Dengan ataupun tanpa banyak uang never really determine who you are, how your life is, dan lain-lain. In the end, manusia kan harus kaya tapi tetap sederhana. Pengalaman ini mudah-mudahan bisa membantuku dalam berbisnis juga nantinya, stay low cost but deliver great products/services! Berada dalam keterbatasan biasanya juga akan membuat seseorang lebih kreatif. It’s called ‘bricolage’ make do with everything at hand.
Aku bersyukur bisa belajar mengelola budget karena aku ngga akan pernah tau bagaimana kehidupanku nantinya.. As i said before, life is meant to turn around anyway. And it’s true, in the most unfavorable times in life, we learn the most valuable lessons 🙂
♥ Atiqah Zulfa Nadia